Ibrahim terus pergi, kemudian setelah tiba di bukit Tsaniyah, tempat di mana Hajar dan Ismail sudah tidak melihatnya, Ibrahim memanjatkan doa berikut dengan mengangkat kedua tangan, Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunan ku di lembah yang tidak mem punyai tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Rabb kami berharap mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (Ibrahim: 38).
Hajar kemudian menyusul Ismail dan meminum air yang diberikan Ibrahim. Setelah persediaan air habis, keduanya kehausan. Sang ibu menatap anaknya yang tengah berbaring. Ia akhirnya pergi karena tidak tega melihat anaknya. Ia melihat bukit paling dekat di sekitarnya Safa. Ia kemudian berdiri di puncak bukit Safa dan melihat ke berbagai arah apa kah ada seseorang, tapi ternyata sepi.
Ia kemudian turun, setelah tiba di perut lembah, ia melipat pakaian hingga sebatas lengan, kemudian berlari-lari kecil layaknya orang yang sudah kele tihan. Setelah melalui lembah tersebut, ia menghampiri bukit Marwa, lalu ber diri di puncaknya. Di sana ia mengham piri bukit Marwa, lalu berdiri di pun caknya.
Sebelum mencapai tujuh kali, Hajar pergi untuk menengok anaknya. Melihat Ismail yang berguling-guling, Hajar memutuskan untuk kembali ke bukit Safa. Apa yang dilakukan Hajar ini di abadikan sebagai salah satu rukun da lam umrah dan haji. Setiap jamaah di wa jibkan melaksanakan sa’i berlari-lari kecil antara Safa dan Marwa.
Saat berada di atas bukit Marwa, Hajar mendengar suara, ia pun berkata da lam hati, Diamlah. Sesaat kemudian Hajar mendengar suara yang sama.
Hajar pun berkata, Kami mendengar suaramu, jika kau bisa menolong, to longlah kami! Ternyata di hadapannya ada malaikat di tempat zamzam berada. Malaikat itu lantas menghentakkan tumit, atau sayapnya, hingga air memancar. Hajar kemudian mengumpulkan air itu di tangannya dan memasukkan air ke dalam wadah. Air itu memancar deras setelah diciduk.
Rasulullah bersabda, Andai ia tidak menciduk air zamzam, niscaya akan mengalir (ke seluruh permukaan bumi). Ia pun minum dan menyusui Ismail kecil. Kemudian malaikat itu berkata kepadanya, jangan takut telantar karena di sini akan berdiri rumah Allah yang dibangun bocah ini dan Ayahnya, Allah tidak akan menelantarkan keluarganya.
Pada mulanya Ka’bah berada di ketinggian seperti bukit. Kemudian banjir besar melanda hingga mengikis sebelah kiri dan kanannya. Setelah air zamzam mun cul, Hajar dan Ismail tetap bertahan di sana.
Hingga suatu hari rombongan dari suku Jurhum singgah di Makkah. Mereka melihat seekor burung terbang berputar-putar. Mereka berkata, Sungguh, burung itu berputar mengelilingi air, tapi setahu kita di sini tidak ada air.
Mereka mengirim pencari jejak dan menemukan air. Rombongan itu langsung menikmati zamzam. Hajar berpesan, mereka tak punya hak untuk memiliki mata air itu, tapi mereka boleh meminumnya.
sumber : https://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/wijhat/18/05/05/p891qu313-munculnya-air-zamzam