Dalam sejarah panjang peradaban manusia, silih berganti musibah besar melanda. Wabah Thaun, bencana kelaparan, banjir, gempa bumi, kemarau panjang, dll. Tentu musibah-musibah ini membuat manusia menderita. Tidak terkecuali kaum muslimin. Hanya saja kita mengingat firman Allah,

إِن تَكُونُوا۟ تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [Quran An-Nisa: 104].

Kita mendapat pahala dari derita yang kita dapatkan jika kita bersabar. Sementara orang-orang nonmuslim hanya mendapat derita saja. Mereka tak mendapatkan pahala.

Sekarang masyarakat dunia dilanda Wabah Corona. Wabah yang berasal dari Wuhan, Cina ini disebabkan oleh virus Covid 19. Terhitung setelah 100 hari kemunculannya, pada tanggal 8 April 20202, wabah ini telah menewaskan 88.338 warga dunia. Semoga Allah mengampuni dosa dan kesalahan kita. Menerima taubat kita. Dan segera mengangkat musibah ini. Amin.

Dalam sejarah panjang umat Islam, wabah yang menewaskan manusia dalam skala besar pun pernah beberapa kali menimpa umat ini. Di Mesir, Syam, Maroko, Irak, Andalusia. Wabah-wabah ini menghilangkan ribuan nyawa penduduk kota-kota besar tersebut.

Para sejarawan semisal al-Maqrizi, Abu al-Mahasin Yusuf Ibnu Taghribirdi, Ibnu Katsir, Ibnu Iyas, Ibnu Batutah, Ibnu Idzari al-Marakisyi, dll. mencatat bagaimana musibah ini menimpa kaum muslimin. Catatan-catatan mereka saling melengkapi sehingga gambaran kejadian terasa semakin detil. Tidak ketinggalan, para ahli fikih semisal Ibnu Rusyd juga membahas peristiwa ini dari sudut pandang fikih.

Sebagaimana yang kita rasakan pada hari ini, wabah di masa itu juga berdampak buruk pada kehidupan ekonomi, sosial, politik, dan bidang-bidang lainnya.

Pengertian Thaun

Thaun (Arab: الطاعون) ditinjau secara bahasa. Missal dikatakan kepada seseorang tha’in (Arab: طعين) jika dia terkena thaun. Kata thaun (Arab: الطاعون) adalah sebuah kata yang dalam bahasa Arab memiliki pola kata فاعول dari kata الطعن. Kemudian digunakan bukan dengan makna aslinya. Namun memberi pengertian yang berdekatan. Yang intinya menunjukkan kematian yang melanda pada sejumlah besar orang. Kematian menyebar di tengah masyarakat seperti wabah (Bahjat, 2011. Hal: 99).

Adapun makna thaun secara istilah artinya adalah luka-luka di badan. Berada di tempat yang berbeda-beda di tubuh. Seperti di tangan, siku, ketiak, dll. dan rasa sakitnya luar biasa. Selain luka-luka di sekujur tubuh, orang yang terserang wabah ini juga akan muntah-muntah dan merasakan jantung yang berdebar-debar.

Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan pengertian thaun, “Thaun adalah sakit yang mengganggu pernafasan, melemahkan badan, dan jantung. Sebuah virus mematikan yang terletak di rongga mulut. Kemudian menyebabkan rusaknya pembuluh darah.” Orang-orang yang terjangkiti virus Thaun ini akan menderita benjolan-benjolan di badannya. Dan ini sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الطَاعُوْنَ غُدَّةٌ كَغُدَّةِ الإِبِلِ

“Thaun itu berupa daging tumbuh bagaikan daging tumbuh yang menimpa onta.” (Riwayat At Thobrani dan dihasankan oleh Al Albani)

Sebagian ulama membedakan antara thaun dan wabah. Menurut mereka, thaun merupakan bagian dari wabah. Sebagian lainnya menyamakan antara thaun dan wabah. Jadi, menurut mereka setiap wabah adalah thaun.

Wabah sendiri berarti penyakit tertentu yang menyebar ke wilayah yang luas bahkan menyebar dunia (pandemi). Atau bisa juga diartikan dengan epidemi yaitu penyakit yang menyebar luas di satu Kawasan.

Wabah Dalam Sejarah Islam

Pertama: Thaun Amwas

Wabah yang paling terkenal dalam sejarah Islam adalah wabah Thaun Amwas. Wabah besar yang terjadi di masa pemerintah Umar bin al-Khattab. Tepatnya tahun 18 H atau 640 M, terjadi wabah di Syam yang menewaskan puluhan ribu orang. Wabah tersebut dikenal dengan nama Wabah Thaun Amwas.

Mengapa dinamakan Thaun Amwas? Amwas adalah satu wilayah kecil di Palestina. Antara Ramallah dan Al-Quds. Di wilayah inilah wabah Thaun tersebut pertama kali muncul. Kemudian menyebar dan melanda banyak wilayah. Serta merenggut banyak nyawa.

Wilayah Amwas di masa sekarang dihancurkan oleh Zionis pada tahun 1967 sehingga penduduknya pun mengungsi. Kemudian tempat tersebut dijadikan hutan dengan modal dari para Zionis Kanada. Sekarang dinamai Canada Park.

Wabah Thaun di masa itu menyebabkan kematian sekitar 25000 jiwa. Di antara mereka yang wafat adalah tokoh para sahabat Nabi. Seperti:

  1. Abu Ubaidah bin al-Jarrah,
    2. al-Fadhl bin Abbas bin Abdul Muthalib,
    3. Muadz bin Jabal,
    4. Abdurrahman bin Muadz bin Jabal,
    5. Syurahbil bin Hasanah,
    6. Amr bin Suhail al-Amiri,
    7. Abu Jandal bin Amr bin Suhail,
    8. al-Harits bin Hisyam al-Makhzumi,
    9. ‘Inabah bin ‘Amru bin Suhail
    10. Amir bin Ghailan Ats-Tsaqafi
    11. Ammar bin Ghailan Ats-Tsaqafi
    12. Nashr bin Ghanim Al-‘Adawi
    13. Hudzafah bin Nashr Al-‘Adawi
    14. Salamah bin Nashr Al-‘Adawi
    15. Shakhr bin Nashr Al-‘Adawi
    16. Shukhair bin Nashr Al-‘Adawi
    17. Hamthath bin Syuraiq Al-‘Adawi
    18. Wail bin Riab Al-‘Adawi
    19. Ma’mar bin Riab
    20. Habiib bin Riab

Dan tahun terjadinya wabah Thaun Amwas ini juga dikenal dengan ‘Am Ramadah (tahun abu). Dinamakan tahun abu karena kemarau yang panjang menyebabkan tanah menjadi gosong dan debunya seperti abu. Keadaan ini semakin membuat tahun tersebut berat. Dan masyarakat menderita kerugian materi yang amat besar.

Kedua: Thaun al-Jarif

Thaun al-Jarif terjadi di Bashrah pada tahun 69 H, pada masa pemerintahan Abdullah bin az-Zubair radhiallahu ‘anhu. Dinamakan al-Jarif (Arab: الجَارِفُ) dari kata jarafa (Arab: جَرَفَ) yang artinya menyapu bersih. Karena begitu banyak orang yang wafat karena wabah ini, maka dia disebut thaun al-jarif. Walaupun wabah ini berlangsung singkat, hanya tiga hari, namun mereka yang meninggal karena wabah ini digambarkan bagaikan sungai yang mengalir.

Ketiga: Thaun al-Fatayat

Pada tahun 87 H terjadi wabah di Irak dan Syam. Wabah ini dinamakan wabah al-Fatayat yang berarti perempuan. Dinamakan demikian karena wabah ini awalnya menyerang para wanita. Kemudian baru laki-laki. Ada juga yang menamakannya wabah asyraf (orang-orang mulia). Karena wabah ini banyak menewaskan orang-orang mulia dan para tokoh.

Keempat: Thaun Muslim bin Qutaibah

Wabah ini dinamakan Muslim bin Qutaibah, karena dia adalah orang pertama yang wafat karena wabah ini. Wabah ini adalah virus yang menyebar pada masyarakat di Era Bani Umayyah pada tahun 131 H/748 M. Wabah ini melanda Kota Basrah selama tiga bulan. Dimulai dari bulan Rajab dan memuncak di bulan Ramadhan. Sampai-sampai dalam satu hari seribu lebih orang meninggal karenanya (al-Hafizh Ibnu Hajar: Badzlul Ma’un fi Fadhlit Thaun. Tahqiq: Ahmad Isham Abdul Qadir al-Katib. Darul Ashimah, Riyadh. Hal: 363).

Abu al-Mahasin Yusuf Ibnu Taghribirdi mengatakan, “Pada tahun 131 H, terjadi wabah Thaun yang dahsyat. Membinasakan sejumlah besar makhluk. Sampai-sampai satu hari 7000 orang meninggal karenanya. Wabah ini dinamakan dengan Thaun Aslam bin Qutaibah (Ibnu Taghribirdi: an-Nujum az-Zahirah fi Muluk Mishr wa al-Qahirah, 1/369).

Sebenarnya banyak wabah yang menimpa kaum muslimin di masa Bani Umayyah. Dan wabah ini adalah wabah terakhir yang terjadi di masa itu. Wilayah yang sering terkena wabah adalah Syam. Wilayah dimana ibu kota Bani Umayyah berada, Damaskus. Karena wabah ini sebagian khalifah umayyah sampai mengasingkan diri di padang pasir. Adapun Khalifah Hisyam bin Abdul Malik menyiapkan sebuah tempat khusus di Irak (al-Hafizh Ibnu Hajar: Badzlul Ma’un fi Fadhlit Thaun. Hal: 363).

Sejarawan juga mencatat, di antara faktor yang membantu berhasilnya revolusi Abbasiyah terhadap Bani Umayyah adalah wabah Muslim bin Qutaibah ini. Wabah ini mengakibatkan begitu besar kerugian materi yang diderita Bani Umayyah. Dan tentunya mereka juga kehilangan banyak orang-orang penting mereka (Ahmad al-Adawi: ath-Thaun fi al-Ashri al-Umawi)

Di masa Abbasiyah, Thaun ini mulai mereda. Lalu sebagian pembesar Abbasiyah berkhutbah di tengah masyarakat, “Pujilah Allah yang telah mengangkat wabah ini dari kalian sejak pemerintahan kami.” Lalu ada yang mengatakan, “Allah lebih adil dari pada menguasakan kalian dan menimpakan wabah ini.” (al-Hafizh Ibnu Hajar: Badzlul Ma’un fi Fadhlit Thaun. Hal: 364).

Kelima: wabah-wabah di masa pemerintahan Abbasiyah, Dinasti Mamluk, dan Dinasti Ayyubiyah di belahan timur wilayah Islam.

Ibnu Katsir rahimahullah menceritakan bahwa pada saat Mongol menghancurkan Kota Baghdad pada tahun 656 H/1258 M, “Masjid-masjid kosong dari shalat Jumat dan jamaah selama beberapa bulan di Baghdad… …setelah kekacauan berlalu yaitu empat puluh hari berikutnya, Baghdad tetap kosong dari kepemimpinan. Kota itu hanya dihuni oleh orang-orang bodoh saja. sementara mayat-mayat yang bergelimpangan di jalan bagaikan gundukan. Jasad-jasad mereka terkena hujan hingga merubah fisik mereka. Dan bau anyir bangkai manusia semerbak di penjuru kota. Udara pun berubah dan membawa penyakit. Hingga berhembus ke negeri Syam. Lalu wabah itu menyebabkan banyak orang mati karena cuaca dan udara yang rusak. Bertumpuklah musibah, wabah, dan thaun. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun (Ibnu Katsir: al-Bidayayah wa an-Nihayah, 13/203).

Sementara wabah di masa Dinasti Mamluk yaitu sebuah wabah yang merata di sebagian besar daerah Syam. Peristiwa ini terjadi pada tahun 748 H. Wabah ini dikenal dengan nama Thaun al-A’zham (besar). Dinamakan demikian karena penyebarannya yang dahsyat dan membinasakan. Wabah ini mengakibatkan wafatnya penghuni kota Aleppo, Damasku, al-Quds, dan daerah-daerah pinggiran Syam. Dan pada tahun 795 H, di Aleppo juga tersebar wabah yang disebut al-Fana al-Azhim. Wabah ini mengakibatkan 150.000 orang wafat di Aleppo (Mubarak Muhammad ath-Tharawunah: al-Awbi-ah wa Atsaruha al-Ijtima’iyyah fi Bilad asy-Syam fi ‘Ashri al-Mamalik asy-Syirakasah, 2010. Hal: 47-48).

Wabah lainnya terjadi di Maroko dan Andalusia tahun 571 H, pada masa pemerintah Daulah Muwahhidun. Wabah ini sangat mengerikan. Seolah tak membiarkan seorang pun selamat. Empat orang pucuk pimpinan Muwahhidun yang merupakan saudara Khalifah Yusuf bin Ya’qub wafat karenanya. 100 sampai 190 orang wafat dalam satu hari (Abdul Ilah Banmalih: jawai’ wa Awbi-ah al-Maghrib fi ‘Ahdi al-Muwahhidin, 2002. Hal: 124).

Pada tahun 1798 M, Maroko juga dilanda wabah. Wabah ini dibawa oleh pedagang yang datang dari Iskandariyah menuju Tunisia. Kemudian Aljazair. Lalu Maroko. Kota Fes, Menkes, hingga Rabath terpapar wabah ini. Setidaknya 130 orang wafat per harinya (Muhammad al-Amin al-Bazaz: Tarikh al-Awbi-ah wa al-Maja’at bil Maghrib fi al-Qarnain ats-Tsamin ‘Asyr wa at-Tasi’ ‘Asyr, 1992. Hal: 92).

Sumber : https://kisahmuslim.com/6463-wabah-dalam-sejarah-islam-1-2.html